ftk.ar-raniry.ac.id, – Bulan Ramadhan adalah waktu yang istimewa bagi umat Muslim di seluruh dunia. Selain sebagai bulan penuh berkah, Ramadhan juga menjadi momen untuk memperkuat hubungan sosial dan spiritual, serta meningkatkan rasa kekeluargaan. salah satunya adalah dengan berbuka puasa bersama.
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Universitas Islam Negeri Ar-raniry Banda Aceh mengadakan buka puasa bersama di halaman Gedung B FTK UIN Ar-Raniry pada kamis, 28 Maret 2024. Kegiatan tersebut turut dihadiri oleh staf, dosen, para pimpinan kampus, serta jajaran rektorat, salah satunya Wakil Rektor I UIN Ar-Raniry, Prof. Dr. M. Yasir Yusuf, s.Ag., M.A. beserta Kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerjasama Mirwan Fasta, S.Ag., M.Si.
Dekan FTK UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof. Safrul Muluk, S.Ag., M.A., M.Ed., Ph.D. dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan buka puasa bersama ini merupakan kegiatan rutin tahunan untuk memperkuat tali silaturrahmi antar tenaga kependidikan dan pendidik. selain itu Safrul menjelaskan jika pada ramadhan tahun lalu kegiatan rutin tersebut sempat kosong dikarenakan edaran dari kementerian Agama yang melarang ada keramaian, mengingat kondisi covid 19 dalam proses pemulihan.
Lebih lanjut Dekan FTK menjelaskan jika kegiatan buka puasa bersama terlaksana karena hasil kerjasama seluruh civitas akademika FTK dan ia juga mengucapkan Terima kasih kepada seluruh panitia yang telah ikut mensukseskan acara.
Sedangkan syekh Dr. Syahminan, M. Ag selaku pemberi tausiah menyampaikan Ketika berbicara tentang sifat pelit, maka yang terbetik dalam benak hanya identik dengan persoalan harta. Padahal, sifat pelit tidak hanya terkait harta saja dan perlu diketahui bahwa semua sifat pelit adalah tercela.
Secara garis besar, sifat pelit terbagi menjadi dua, yaitu pelit kepada diri sendiri dan pelit kepada orang lain (dalam hal harta, ilmu, dan kedudukan).
Pertama, pelit kepada diri sendiri
“Derajat pelit yang paling parah adalah pelit terhadap diri sendiri, padahal ia sedang membutuhkan. Betapa banyak manusia yang menahan hartanya (tidak dibelanjakan), semisal ketika sakit ia tidak berobat. Ia sedang berhajat (punya kebutuhan) terhadap sesuatu, tetapi ia tahan karena pelit.” (Lihat Mukhtashar Minhaj Al-Qashidin, hal. 205)
Kedua, pelit kepada orang lain
Pelit kepada orang lain ada berbagai macam bentuknya dan yang paling parah adalah tatkala ia tidak menjalankan kewajiban harta, yaitu zakat dan nafkah. Sehingga, orang-orang yang pelit dan tidak menunaikan kewajiban harta, Allah beri ancaman dengan siksa,
“Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak (harta) dan tidak menginfakkannya (mengeluarkan zakatnya) di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.
(Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya malaikat berkata) kepada mereka, ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.’” (QS. At-Taubah: 34-35)
Dari ayat di atas, dijelaskan bahwa orang yang tidak mengeluarkan kewajiban zakatnya akan disiksa di neraka dengan siksaan fisik (disetrika dahi, lambung, dan punggung mereka) dan siksaan batin (celaan para malaikat).
Demikian pula, dalam hal nafkah, ia berdosa bila tidak menunaikan kewajiban nafkah kepada keluarganya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كفى بًالمرء إثما أن يضيع من يقوت
“Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Daud no. 1692 dan Ibnu Hibban no. 4240)
Selain dalam harta, pelit terkait dengan ilmu (agama) juga dilarang sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ
“Siapa saja yang ditanya tentang suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka akan diberikan pada hari kiamat penutup mulut dari api neraka.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, serta Ibnu Hibban dalam Shahih-nya).
Dan dalam riwayat Ibnu Majah,
ما من رجل يحفظ علماً فيكتمُهُ إلا أتى يوم القيامة ملجوما بلجام من نار
“Tidak ada seorang pun yang hafal ilmu lalu ia menyembunyikannya, kecuali ia datang pada hari kiamat dalam keadaan mulutnya ditutup dengan penutup dari api neraka.” (HR. Ibnu Majah)
Namun, terkadang menyembunyikan ilmu dibutuhkan dalam keadaan tertentu, seperti ingin menyampaikan di waktu yang tepat, masyarakat atau orang lain belum siap menerimanya, atau ilmu tersebut termasuk ilmu yang kompleks sehingga butuh waktu, pikiran, dan harta untuk memperolehnya.
Selanjutnya adalah pelit dengan kedudukan. Ada di antara kita yang mempunyai kedudukan di masyarakat, baik sebagai tokoh masyarakat, tokoh agama, atau pejabat. Seseorang disebut pelit dengan kedudukan manakala ia mempersulit urusan orang lain, padahal ia mampu mengatasi dan menangani urusan-urusan tersebut. Ia juga pelit dalam membantu terselenggaranya kegiatan-kegiatan agama dan syiar Islam.